Daftar 10 Mesjid Tertua di Indonesia | Menurut sejarahwan bahwa islam masuk ke Indonesia sekitar abad 7 masehi yang masuk melalui beberapa cara, seperti para pedagang timur tengah atau pedagang Arab yang datang ke nusantara pada waktu itu yang kemudian memperkenalkan islam pada masyarakat nusantara. Pada perkembangannya islam menjadi agama yang banyak di anut di Indonesia, itu terbukti dengan munculnya kerajaan kerajaan islam. Masjid menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari umat islam, karena masjid merupakan rumah ibadah bagi umat muslim, peninggalan peninggalan mesjid di Indonesia pada masa perkembangan islam tentu menjadi sangat menarik untuk mengetahui mesjid mana saja yang telah lama berdiri kokoh di Indonesia atau disebut sebagai mesjid tertua di Indonesia.cek juga kata kata ucapan selamat puasa ramadhan. Berikut daftar 10 masjid tertua di Indonesia.
Beberapa sumber sejarah menyebutkan Islam masuk ke nusantara (Indonesia dulu) pada abad 7 Masehi. Dalam perkembangannya, Islam kemudian menjadi agama yang dianut masyarakat Nusantara dan kerajaan-kerajaan saat itu. Kehadiran Islam telah mempengaruhi budaya Nusantara, baik fisik ataupun non fisik. Salah satunya pengaruh dalam arsitektur bangunan tempat ibadah kaum muslimin.
Seiring perkembangan Islam, jumlah masjid di Indonesia juga tumbuh sangat pesat hingga ribuan. Masjid-masjid di Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur. Keberadaan masjid di tanah air sama panjang usianya dengan usia Islam masuk ke Indonesia. Banyak masjid-masjid tua yang bersejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh. Sedikitnya, ada 10 masjid tertua di Indonesia yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid Saka Tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon, ± 30 km dari kota Purwokerto. Masjid ini dibangun pada tahun 1288. Setiap tanggal 27 Rajab diadakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kiai Jaro Mustolih. Menurut Sopani, salah satu pengurus masjid mengatakan bahwa pilar tunggal melambangkan hanya satu tuhan, yaitu Allah SWT. Di sekitar masjid terdapat hutan pinus dan hutan lainnya yang dihuni ratusan monyet.
Masjid Wapauwe (1414)
Masjid Wapauwe didirikan pada tahun 1414 di desa Kaitetu, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah ini merupakan satu bukti sejarah yang menandai perkembangan Islam di provinsi tersebut.
Awalnya, masjid ini bernama masjid Wawane karena dibangun di lereng gunung Wawane oleh keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloko Kie Raha (empat gunung Maluku), Pernada Jamilu. Karena kedatangan Belanda ke tanah itu pada 1580, membuat masjid Wapauwe sempat mengalami perpindahan tempat. Sebelum pecahnya Perang Wawani, Belanda sudah mengganggu kenyamanan penduduk di lima kampung di kecamatan tersebut dalam beribadah. Karena fleksibilitasnya, masjid ini dipindahkan ke Kampung Tehala yang terletak 6 km di timur Wawane pada 1614.
Ketika masjid tersebut dipindahkan ke Kampung Tehala, bangunan itu direkonstruksi di sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pohon mangga hutan (mangga berabu), yang dalam bahasa Kaitetu disebut dengan Wapa. Hal itulah yang menyebabkan masjid ini berganti nama menjadi Masjid Wapauwe, yang berarti masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
Masjid Ampel (1421)
Masjid Ampel adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel dan di dekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel. Saat ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan dengan arsitektur Tiongkok dan arab.
Di samping kiri halaman Masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininya untuk penguat janji atau sumpah.
Masjid Agung Demak (1474)
Masjid ini terletak di Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Bangunan khas jawa ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak, pada sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai 'saka tatal'. Sedangkan bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang di topang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid ini terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, daerah yang dikenal sebagai Banjar Lama yang merupakan ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Tuan Guru (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk Islam.
Arsitektur tahap konstruksi dan atapnya tumpang tindih, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Gaya masjid tradisional di Banjar mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan utama.
Masjid Menara Kudus (1549)
Mesjid Menara Kudus (disebut juga sebagai Mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 masehi atau tahun 956 hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. terbilang unik karena memiliki menara yang serupa dengan bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
Masjid Agung Banten (1552-1570)
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua bersejarah. Masjid Agung Banten terletak di kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda china. Ini adalah karya arsitek China yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa serta dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti masjid agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
Masjid Mantingan (1559)
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan di Kesultanan Demak pada tahun 1559. Ubin untuk lantainya didatangkan dari Makau, Cina. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam salat dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari penari diukir di batu kuning tua.
Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja Gowa-24, Aku Manga’ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung atau Sultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 masjid ini berganti nama Masjid Katangka. Masjid Al-Hilal Katanga berukuran 14,1 x 14,4 meter dan sebuah bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter dan tebal dinding 90 sentimeter.
Masjid Tua Palopo (1604)
Madjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604. Masjid yang memiliki luas 15 meter persegi ini diberi nama Orang Tua, karena usia yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu memiliki dua arti, yaitu: Pertama, makanan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula. Kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini.
(sumber: ramadhan.detik.com)
Baca juga: resep kue kering dan resep kue basah
Beberapa sumber sejarah menyebutkan Islam masuk ke nusantara (Indonesia dulu) pada abad 7 Masehi. Dalam perkembangannya, Islam kemudian menjadi agama yang dianut masyarakat Nusantara dan kerajaan-kerajaan saat itu. Kehadiran Islam telah mempengaruhi budaya Nusantara, baik fisik ataupun non fisik. Salah satunya pengaruh dalam arsitektur bangunan tempat ibadah kaum muslimin.
Seiring perkembangan Islam, jumlah masjid di Indonesia juga tumbuh sangat pesat hingga ribuan. Masjid-masjid di Indonesia tumbuh dengan beragam arsitektur. Keberadaan masjid di tanah air sama panjang usianya dengan usia Islam masuk ke Indonesia. Banyak masjid-masjid tua yang bersejarah yang hingga kini masih berdiri kokoh. Sedikitnya, ada 10 masjid tertua di Indonesia yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid Saka Tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan Wangon, ± 30 km dari kota Purwokerto. Masjid ini dibangun pada tahun 1288. Setiap tanggal 27 Rajab diadakan ziarah di masjid dan membersihkan makam Kiai Jaro Mustolih. Menurut Sopani, salah satu pengurus masjid mengatakan bahwa pilar tunggal melambangkan hanya satu tuhan, yaitu Allah SWT. Di sekitar masjid terdapat hutan pinus dan hutan lainnya yang dihuni ratusan monyet.
Masjid Wapauwe (1414)
Masjid Wapauwe didirikan pada tahun 1414 di desa Kaitetu, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah ini merupakan satu bukti sejarah yang menandai perkembangan Islam di provinsi tersebut.
Awalnya, masjid ini bernama masjid Wawane karena dibangun di lereng gunung Wawane oleh keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloko Kie Raha (empat gunung Maluku), Pernada Jamilu. Karena kedatangan Belanda ke tanah itu pada 1580, membuat masjid Wapauwe sempat mengalami perpindahan tempat. Sebelum pecahnya Perang Wawani, Belanda sudah mengganggu kenyamanan penduduk di lima kampung di kecamatan tersebut dalam beribadah. Karena fleksibilitasnya, masjid ini dipindahkan ke Kampung Tehala yang terletak 6 km di timur Wawane pada 1614.
Ketika masjid tersebut dipindahkan ke Kampung Tehala, bangunan itu direkonstruksi di sebuah tempat yang banyak ditumbuhi pohon mangga hutan (mangga berabu), yang dalam bahasa Kaitetu disebut dengan Wapa. Hal itulah yang menyebabkan masjid ini berganti nama menjadi Masjid Wapauwe, yang berarti masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
Masjid Ampel (1421)
Masjid Ampel adalah masjid kuno yang berada di bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel dan di dekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel. Saat ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan dengan arsitektur Tiongkok dan arab.
Di samping kiri halaman Masjid Ampel, terdapat sebuah sumur yang diyakini merupakan sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh mereka yang meyakininya untuk penguat janji atau sumpah.
Masjid Agung Demak (1474)
Masjid ini terletak di Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Bangunan khas jawa ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak, pada sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut Saka Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai 'saka tatal'. Sedangkan bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang di topang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid ini terletak di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, daerah yang dikenal sebagai Banjar Lama yang merupakan ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Tuan Guru (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk Islam.
Arsitektur tahap konstruksi dan atapnya tumpang tindih, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Gaya masjid tradisional di Banjar mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan utama.
Masjid Menara Kudus (1549)
Mesjid Menara Kudus (disebut juga sebagai Mesjid Al Aqsa dan Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 masehi atau tahun 956 hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. terbilang unik karena memiliki menara yang serupa dengan bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
Masjid Agung Banten (1552-1570)
Masjid Agung Banten termasuk masjid tua bersejarah. Masjid Agung Banten terletak di kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kesultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda china. Ini adalah karya arsitek China yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek makam sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa serta dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti masjid agung. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan azan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
Masjid Mantingan (1559)
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan di Kesultanan Demak pada tahun 1559. Ubin untuk lantainya didatangkan dari Makau, Cina. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam salat dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari penari diukir di batu kuning tua.
Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa pemerintahan Taja Gowa-24, Aku Manga’ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung atau Sultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 masjid ini berganti nama Masjid Katangka. Masjid Al-Hilal Katanga berukuran 14,1 x 14,4 meter dan sebuah bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter dan tebal dinding 90 sentimeter.
Masjid Tua Palopo (1604)
Madjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604. Masjid yang memiliki luas 15 meter persegi ini diberi nama Orang Tua, karena usia yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu memiliki dua arti, yaitu: Pertama, makanan yang terbuat dari campuran beras ketan dan air gula. Kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini.
(sumber: ramadhan.detik.com)
Baca juga: resep kue kering dan resep kue basah